Rabu, 27 Juni 2012

contoh artikel


PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA MATERI OPERASI BILANGAN CACAH PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD

Oleh
Reizky
(PGSD, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak
Email: reizkyalaydrus@yahoo.com)

Abstrak: proses pembelajaran matematika di SD sering kali mendapatkan banyak kendala salah satu di antaranya yaitu pembelajaran yang sulit dipahami anak hal ini dikarenakan metode yang digunakan guru terlalu konvensional dan monoton. Oleh karena itulah diperlukan sebuah metode yang modern seperti dengan metode kooperatif yang mana anak lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran akan lebih bermakna dan mudah dipahami anak.

Kata kunci : penerapan pembelajaraan kooperatif, operasi bilangan cacah.



Pendahuluan
Mata pelajaran matematika masih menjadi masalah pembelajaran yang serius. Hal ini disebabkan oleh beberapa masalah klasik salah satu di antaranya karena model pembelajaran matematika yang kurang bervariatif dan jarang melibatkan siswa dalam menyelesaikan dan menemukan suatu masalah.
Dalam dunia pendidikan sekarang ini masih terdapat guru yang menganut pradigma lama yaitu guru memberikan pengetahuan kepada siswa yang pasif. Mereka mengajar dengan metode ceramah dan mengharapkan siswa duduk, diam, dengar, catat dan hafal (3 DCH) serta mengadu siswa satu sama lain.
Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa, sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Dalam interaksi ini siswa akan membuat komunitas yang memungkinkan mereka untuk mencintai proses belajar dan mencintai satu sama lain. Dalam suasana belajar yang penuh dengan persaingan dan pengisolasian siswa, sikap dan hubungan yang negatif akan terbentuk dan mematikan semangat siswa. Suasana seperti ini akan menghambat pembentukan pengetahuan secara aktif. Oleh karena itu, pengajar perlu menciptakan suasana belajar sedemikian rupa, sehingga siswa bekerja sama secara kooperatif.
Pada pembelajaran matematika di kelas, belajar matematika dengan kelompok kerja atau berinteraksi dengan teman sebangku atau kelompok kecil lebih konpetitif, meskipun pada suatu keadaan khusus hal tersebut dapat terjadi. Pada kegiatan ini siswa berpasangan belajar dengan porsi utama adalah mendiskusikan tugas-tugas matematika yang diberikan gurunya, saling membantu menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah. Kegiatan kelompok kooperatif terkait dengan banyaknya pendekatan atau metode, seperti eksperimen, investigasi, aksplorasi dan pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah umum dalam artikel ini adalah “bagaimana penerapan model pembelajaraan kooperatif pada materi bilngan cacah dalam pembelajaran matematika di SD”. Agar pembahasan mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif pada materi bilangan cacah dapat dijabarkan secara terperinci, maka penulis membaginya dalam beberapa sub masalah seperti di bawah ini.
1.      Bagaimanakan hakekat pembelajaran kooperatif di SD ?
2.      Bagaimanakah  model – model pembelajaran kooperatif di SD ?
3.      Apa saja konsep dasar bilangan cacah ?
4.      Bagaimanakah penerapan pembelajaran kooperatif di SD ?
Berdasarkan masalah dan sub masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penulisan dari artikel ini adalah untuk mendriskripsikan penerapan model pembelajaran kooperatif pada materi bilangan cacah dalam pembelajaran bilangan cacah di SD. Adapun tujuan umum tersebut dibagi lagi menjadi beberapa tujuan khusus, seperti di bawah ini.
1.         Untuk meningkatkan pengetahuan mengenai hakekat model pembelajaran kooperatif di SD.
2.         Untuk mendiskripsikan model-model pembelajaran kooperatif di SD
3.         Untuk mendiskripsikan konsep dasar bilangan cacah.
4.         Untuk mendiskripsikan penerapan pembelajaran kooperatif di SD.


Hakekat pembelajaran kooperatif
Davidson & Kroll ( dalam Nur Asma 2006 : 11) mendifinisikan belajar kooperati adalah suatu kegiatan yang berlangsung di lingkungan belajar siswa dalam kelompok kecil yang saling berbagi ide-ide dan bekerja secara kolaboratif untuk memecahkan masalah-masalah yang ada dalam tugas mereka.
Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa belajar kooperatif mendasarkan pada suatu ide bahwa siswa bekerja sama dalam belajar kelompok  dan sekaligus masing-masing bertanggung jawab pada aktifitas belajar anggota kelompoknya, sehingga seluruh anggota kelompok dapat menguasai materi pelajaran dengan baik.

Model Pembelajara Kooperatif
1.      Student Teams-Achievement Divisions (STAD )
Model STAD yang dikembangkan oleh Robert dan kolega-koleganya di Universitas John Hopkin, merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan merupakan salah satu model yang banyak digunakan dalam pebelajaran kooperatif.
Slavin (dalam Nur Asma 2006 : 51) menjelaskan bahwa pembelajaraan kooperatif dengan model STAD, siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat atau lima orang yang merupakan campuran dari kemampuan akademik yang berbeda, sehingga dalam setiap kelompok terdapat siswa yang berprestasi tinggi, sedang dan rendah atau varisi jenis kelamin, kelompok etnis dan rasa tau kelompok sosial lainnya. Guru lebih dahulu menyajikan materi baru dalam kelas, kemudian anggota tim mempelajari dan berlatih untuk materi tersebut dalam kelompok mereka yang biasanya bekerja berpasangan. Mereka melengkapi lembar kerja, bertanya satu sama lain, membahas masalah dan mengerjakan latihan. Tugas-tugas mereka itu harus dikuasai oleh setiap anggota kelompok. Pada akhirnya guru memberikan kuis yang harus dikerjakan siswa secara individu.
Setiap anggota kelompok harus memberikan skor yang terbaik kepada kelompoknya dengan menunjukkan peningkatan penampilan disbanding dengan sebelumnya atau dengan mencapai nilai yang sempurna. Kelompok yang tanpa memiliki anggota-anggota yang meningkat nilainya dan menghasilkan skor yang sempurna tidak akan menang atau mendapat penghargaan.


2.         Teams-Games-Tournaments (TGT)
Model TGT adalah suatu model pembelajaran yang didahului dengan penyajian materi pembelajaran oleh guru dan diakhiri dengan memberikan sejumlah pertanyaan kepada siswa. Setelah itu, siswa pindah kekelompok masing-masing untuk mendiskusikan dan menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan atau masalah-masalah yang diberikan oleh guru. Sebagai ganti dari tes tertulis, setiap siswa akan bertemu seminggu sekali pada meja tournament dengan dua rekan dari kelompok lain untuk membandingkan kemampuan kelompoknya dengan kelompok lain.
STAD dan TGT paling cocok untuk mengajarkan materi pembelajaran dengan tujuan pembelajaran yang dirumuskan dengan jelas, misalnya pada bidang studi matematika.

3.         Team-Assisted individualization (TAI)
Model ini dirancang dan digunakan untuk pembelajaran terprogram, misalnya pengajaran matematika yang berurutan. Kelompok diorganisasi seperti halnya dengan model STAD dan TGT. Bedanya yaitu pada model STAD dan TGT menggunakan satu bentuk pembelajaran, sedangkan model TAI mnggunakan kombinasi pembelajaran kooperatif dan pengajaran individual. Selain itu model STAD dan TGT dirancang untuk berbagai bidang studi, sedangkan pendekatan TAI dirancang khusus untuk mengajarkan matematika pada kelas 3 sampai kelas 6. Pada model pembelajaran kooperatif dengan model TAI ini setiap siswa bekerja sesuai dengan unit-unit yang diprogramkan secara individu yang dipilih sesuai dengan level kemampuannya.

4.         Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) adalah sebuah program komprehensif dalam pengajaran membaca dan menulis untuk kelas tinggi sekolah dasar ().
Pada model ini siswa bekerja dalam tim dalam pembelajaran kooperatif beranggotakan 4 orang. Mereka terlibat dalam sebuah kegiatan bersama, termasuk saling membacakan satu dengan yang lainnya, membuat prediksi tentang bagaimana cerita naratif yang akan muncul, saling membuat ikhtisar satu dengan yang yang lain,menulis tanggapan terhadap cerita, dan berlatih mengerjakan serta perbendaharaan kata. Mereka juga bekerja sama unuk memahami ide pokok dan keterampilan pemahaman yang lain. Selama pembelajaran ilmu-ilmu sastra, siswa terlibat dalam menulis draf, saling merevisi dan mengedit pekerjaan satu dengan yang lain dan mempersiapkan untuk publikasi buku kelompok.

Konsep dasar bilangan cacah
Sebelum menginjak bangku sekolah sebenarnya anak-anak sudah mengenal bilangan cacah, walaupun belum paham akan makna bilangan cacah tersebut. Dari orang tuanya anak-anak biasanya sudah dapat menyebutkan bilangan satu sampai sepuluh dengan berurutan. Tugas guru adalah memberikan makna tentang bilangan cacah dengan menggunakan kemampuan awal yang telah dimiliki anak tersebut. Hal ini dapat dimulai dengan mengelompokkan anak-anak, kemudian anak-anak diminta berhitung sebanyak jumlah teman-temannya dengan cara membilang dari 1,2,3,4,5 dan seterusnya. Untuk mengenalkan bilangan 0, guru meminta anak-anak yang tingginya dua meter untuk maju kedepan kelas. Tentu saja tidak ada anak yang tingginya dua meter kemudian guru menyatakan tidak ada anak di kelas trsebut yang tingginya dua meter hal ini menunjukkan bahwa banyaknya anak yang tingginya dua meter tidak ada atau kosong atau nol dan dilambangakan dengan “0” dengan demikian guru telah memperkenalkan barisan bilangan hasil pencacahan himpunan yang dinyatakan dengan lambang 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 bilangan-bilangan inilah yang disebut bilangan cacah.

Penerapan pembelajaraan kooperatif
a.  Pelaksanaan pembelajaran kooperatif
Dalam penerapan pembelajarn kooperatif pada materi bilangan cacah dalam pembelajaran matematika guru dapat menerapkan model-model pembelajaran kooperatif seperti model STAD,TGT,CIRC yang digunakan dalam proses pembelajaran tersebut misalnya guru yang akan menanamkan konsep opeasi bilangan cacah kepada siswa dengan menggunakan model STAD dimana guru tersebut terlebih dahulu membentuk kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 rang orang siswa dari kemampuan akademis siswa, sehingga dalam setiap kelompok terdapat siswa yang berprestasi tinggi, sedang dan rendah atau variasi jenis kelamin, kelompok ras dan etnis, atau kelompok sosial lainnya.
Adapun tahapan-tahapan dalam pembelajaran model STAD untuk menanamkan konsep perkalian adalah sebagai berikut :
1.      Persiapan pembelajaran
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam model pembelajaran kooperatif adalah
a.    Materi
Materi dalam pembelajaraan kooperatif dengan menggunakan model STAD dirancang sedemikian rupa untuk pembelajaran secara kelompok. Sebelum menyajikan materi pelajaran mengenai operasi bilangan cacah guru hendaknya membuat lembar kegiatan siswa (LKS) yang akan dipelajari elompok, beserta lembar jawaban dan lembar kegiatan tersebut.
b.   Menentukan skor dasar
Skor dasar merupakan skor dasar pada kuis sebelumnya. Jika mulai menggunakan STAD setelah memberikan tes kemampuan pra syarat atau tes pengetahuan awal, mak skor tes tersebut dapat dipakai sebagai skor dasar. Selain skor tes kemampuan pra syarat atau tes pengetahuan awal, nilai siswa pada semester sebelumnya juga dapat digunakan sebagai skor dasar.

2.      Penyajian Materi
Dalam penyajian materi ini menggunakan waktu sekitar 20-45 menit, dimana setiap pembelajaran dengan model ini selalu dimulai dengan penyajian materi oleh guru. Sebelum menyajikan materi pembelajaran, guru dapat memulai dengan menjelaskan, memberikan motivasi untuk berkooperatif, menggali pengetahuan pra syarat dan sebagainya. Misalnya guru terlebih dahulu menjelaskan tentang tujuan pembelajaran dari operasi bilangan cacah yang dapat meliputi :
·         Dengan menggunakan metode kooperatif siswa diharapkan dapat melakukan penjumlahan bilangan cacah
·         Dengan menggunakan metode kooperatif siswa diharapkan dapat melakukan pengurangan bilangan cacah
·                     Dengan menggunakan metode kooperatif siswa diharapkan dapat melakukan perkalian bilangan cacah
·                     Dengan menggunakan metode kooperatif siswa diharapkan dapat melakukan pembagian bilangan cacah
            Guru memberikan motivasi kepada siswa bahwa dengan bekerja secara kelompok akan meningkatkan kemampuan dan pemahaman mereka dalam operasi hitung bilangan cacah sehingga sangat diharapkan para siswa dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya tersebut. Sebelum menyampaikan materi guru terlebuh dahulu menggali pengetahuan pra syarat misalnya melakukan appersepsi yang berhubungan dengan operasi hitung bilangan cacah setelah itu guru menyampaikan materi pembelajaran tersebut.

3.   Kegiatan belajar kelompok
Setelah guru menyampaikan materi pembelajaran mengenai operasi hitung bilangan cacah, guru membagikan lembar kegiatan, lembar tugas, dan lembar kunci jawaban pada masing-masing kelompok dengan tujuan agar terjalin kerjasama di antara kelompoknya. Setelah menyerahkan lembar kegiatan dan lembar tugas guru menjelaskan tahapan dan fungsi belajar kelompok dari metode STAD. Setiap siswa mendapat peran memimpin anggota-anggota dalam kelompoknya, dengan harapan bahwa setiap anggota kelompok termotivasi untuk memulai pembicaraan dalam diskusi.
Pada awal pelaksanaan kegiatan kelompok dengan model  STAD diperlukan adanya diskusi  dengan siswa tentang ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam kelompok kooperatif. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menunjukkan tanggung jawab siswa terhadap kelompoknya, misalnya :
a.          Meyakini bahwa setiap anggota kelompoknya telah mempelajari materi mengenai operasi hitung bilangan cacah yang sebelumya telah dijelaskan oleh guru.
b.         Tidak seorangpun menghentikan belajar sampai semua anggota menguasai materi operasi hitung bilangan cacah tersebut.
c.          Meminta bantuan kepada setiap anggota kelompoknya untuk menyelesaikan masalah sebelum menanyakan kepada kelompok lain atau gurunya.
d.            Setiap anggota kelompok berbicara secara sopan satu sama lain, saling menghormati dan menghargai.

4.       Pemeriksaan terhadap hasil kegiatan      kelompok
Pemeriksaan terhadap hasil kegiatan kelompok dilakukan dengan cara mempresentasikan hasil kegiatan kelompok di depan kelas oleh wakil dari setiap kelompok. Pada tahap ini diharapkan terjadi intraksi antara anggota kelompok penyaji dengan anggota kelompok lain untuk melengkapi jawaban kelompok tersebut. Kegiatan ini dilakukan secara bergantian. Pada tahap ini pula dilakukan kegiatan hasil pemeriksaan kegiatan kelompok dengan memberikan kunci jawaban dan setiap kelompok memeriksa sendiri hasil pekerjaan serta memperbaiki jika masih terhadap kesalahan-kesalahan.

5.      Siswa Mengerjakan Soal-soal Tes Secara Individual
Pada tahap ini setiap siswa harus memperbaiki kemampuannya dan menunjukkan apa yang diperoleh pada kegiatan kelompok dengan cara menjawab soal tes sesuai dengan kemampuannya. Siswa dalam tahap ini tidak diperkenankan bekerjasama.

6.      Pemeriksaan hasil tes
Pemeriksaan hasil tes dilakukan oleh guru, membuat daftar skor peningkatan setiap individu, yang kemudian dimasukkan menjadi skor kelompok. Peningkatan rata-rata skor setiap individual merupakan sumbangan bagi kinerja pencapaian kelompok.

7.      Penghargaan kelompok
Setelah diproses hasil kuis, kemudian dihitung skor peningkatan individual berdasarkan selisih perolehan skor kuis terdahulu (skor dasar) dengan skor kuis  terakhir. Berdasarkan skor peningkatan individual dihitung poin perkembangan dengan menggunakan pedoman yang disusun oleh Slavin (dalam Nur Asma 2006 : 53) sebagai berikut.
·               Lebih dari sepuluh poin di bawah skor dasar 5 poin
·               10 poin di bawah sampai satu poin di bawah skor dasar   10 poin
·               Skor dasar sampai 10 poin skor dasar 20 poin
·               Lebih dari 10 poin skor dasar 30 poin
·               Pekerjaan sempurna (tanpa memperhatikan skor dasar) 30 poin


Penutup
Dari gambaran rincian di atas dapat disimpulkan bahwa guru harus memahami karakteristik anak, guru harus memiliki strategi ataupun cara yang digunakan dalam pembelajaran.
Sebagai seorang guru sudah selayaknyalah mengubah strategi pengajaran, Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa, sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi Satu sama lain. Dalam interaksi ini siswa akan membuat komunitas yang memungkinkan mereka untuk mencintai proses belajar dan mencintai satu sama lain. Dalam suasana belajar yang penuh dengan persaingan dan pengisolasian siswa, sikap dan hubungan yang negatif akan terbentuk dan mematikan semangat siswa. Suasana seperti ini akan menghambat pembentukan pengetahuan secara aktif. Oleh karena itu, pengajar perlu menciptakan suasana belajar sedemikian rupa, sehingga siswa bekerja sama secara kooperatif.
Sehingga pembelajaran pada mata pelajaran matematika dan khususnya materi pembelajaran mengenai bilangan cacah dapat dipahami anak dengan baik.
Adapun saran dari penulis adalah dari hasil uraian artikel di atas dapat dipahami bahwa sudah saatnya guru meninggalkan gaya pengajaran yang bersifat konvensional dan beralih kepada pengajaran yang modern salah satunya adalah dengan penggunaan metode kooperatif.
Pembelajaran model ini dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap sebuah materi yang akan diterimanya, tidak hanya itu dampak positif juga akan dapat diterima oleh siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Asma Nur. (2006). Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: departemen                     Pendidikan Nasional.
Karso, dkk. (2000). Pendidikan Matematika 1. Jakarta: Universitas Terbuka
Subroto, Yessica. (2010). Penerapan Pembelajaran Model Think Pair Share Dengan Pendekatan Contextual Theaching And Learning Pada Materi Aritmatika Sosial Pada SMP Negeri 3 Sei Raya. Perbaikan Desain Penelitian, Pontianak : Program S-1 STKIP PGRI
Subarinah, Sri. (2006). Inovasi Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas



Tidak ada komentar:

Posting Komentar